;Humaira
Orang yang suka berkata jujur akan mendapatkan 3 hal, yaitu :
KEPERCAYAN, CINTA dan RASA HORMAT
(Sayidina Ali bin Abi Thalib)
Aku memanggilnya Humaira, bukan karena ingin mengikuti panggilan kesayangan Rasulullah kepada istri tercintanya Siti Aisyah, tapi karena pipinya memang merona kemerah-merahan. Dia mengenakan jalabiyah, penutup aurat yang memanjang yang tidak ketat seperti kebanyakan muslimah zaman ini.
Pertama kali bertemu sekitar 6 bulan yang lalu di atas kereta parahyangan tujuan Jakarta dari Bandung. Kami kebetulan menempati gerbong yang sama dan tempat duduk yang sama serta stasiun tujuan yang sama. Humaira adalah gadis yang manis dan cerdas, itu kesan pertama'ku sewaktu berkenalan dan mengobrol dengannya sepanjang perjalanan, dia memperkenalkan diri sebagai akuntan di salah satu perusahan swasta ternama di ibukota dan saat ini sedang menempuh pendidikan S2 Magister Akuntansi di Universitas Indonesia. Umurnya sekitar 25 tahun, dan masih single.
Setiba di stasiun Jatinegara, kami sempat menunaikan ibadah sholat maghrib bersama di mushola stasiun. Setelah itu kami berpisah, dia melanjutkan perjalanan ke tempat tinggalnya di daerah Salemba dengan menumpangi taksi, dan aku sendiri menunggu jemputan seorang teman. Tak lupa kami saling bertukar nomor telepon. Dia sempat mengirim SMS kepadaku, mengabari kalau dia sudah tiba dengan selamat dikontrakannya, tak lupa dia mengucap terima kasih untuk'ku, untuk perkenalan dan obrolan-obrolan singkatnya sepanjang perjalanan tadi.
Dua minggu lalu, dia menelepon menanyakan kabar'ku, setelah enam bulan kami tak saling mengabari karena sibuk dengan aktifitas masing-masing. Dia mengajak'ku makan malam disalah satu restoran seafood di daerah Blok M, sekalian ingin bercerita dan bertukar pikiran dengan'ku mengenai tesis'nya.
Dua jam kami bercerita banyak hal, bukan seputar tesis'nya atau pekerjaan'ku saja. Dia juga bercerita tentang cita-citanya, keluarganya, dan calon suaminya yang meninggal setahun lalu karena kecelakaan maut di daerah Lembang Bandung. Aku mendengar setiap tuturnya dengan hikmat dan tidak melewatkan sedikitpun ceritanya! Hmmmm..... dia wanita yang luar biasa tegar, sabar dan ikhlas, aku bisa merasakan kekuatan itu dari raut-raut wajahnya.
Dia juga bercerita bagaimana dia melewati semua itu dengan jiwa besarnya, bagaimana dia menempatkan Allah di atas segala-galanya dan bagaimana dia menghadapi cobaan Allah itu dengan tetap senyum dan mengingat nikmat-nikmat Allah yang sudah didapatkannya.
Aku terpesona'kah? mungkin iya! Dia baru mengenalku beberapa waktu lalu, dan tidak begitu tahu siapa aku dan keluarga'ku, tapi dia cukup berani bercerita jujur untuk lelaki asing dihadapan'nya yang sebenarnya tampak sangar dengan wajah khas indonesia timur seperti aku ini bila dibandingkan dengan pria-pria perlente yang duduk disamping kami, sedikitpun tidak terlihat keresahan itu dari wajahnya. Aku takjub dengan ikatan ukhuwah yang coba dia bangun dengan'ku tanpa menyekat kami dalam perbedaan suku.
Makan malam kami berubah seperti tausiyah, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Tentunya ada hikmah disetiap pertemuan. Aku bersyukur, Allah mempertemukan'ku dengan muslimah hebat ini, pertemuan yang tidak biasa buatku, berawal dari kereta parahyangan dan akhirnya dia telah menjadi Humaira'ku sekarang.
Setelah berpisah dari makan malam yang luar biasa itu, kami masih sering berkirim sms, sekedar menanyakan kabar dan aktifitas. Dalam satu minggu ini dia rajin sekali mengirim Sms-Sms penyejuk jiwa kepadaku 10 menit sebelum adzan subuh dikumandangkan, sekedar mengingatkan betapa Allah adalah Cinta yang absolut. Dia membangunkan aku sebelum Muadzin musholah disebelah kost'ku membangunkan kaum muslimin disekitar untuk menunaikan ibadah sholat subuh. Subhanallah!
Sebagai catatan saja, aku dan dia bukanlah sepasang kekasih, kami adalah sahabat dalam dekapan ukhuwah, sepasang saudara yang saling mengingatkan dalam kesabaran dan kebaikan, dua orang hamba yang sedang mengeja bait-bait cinta dengan tulus karena Allah.
Dan....
Kemarin malam, aku mengajaknya untuk menemaniku menghadiri perkawinan salah seorang teman kantor di Gedung Lemhanas Jakarta Pusat. Dia tampil anggun dengan busanah muslimahnya, dia cantik sekali, benar-benar cantik malam itu dengan rona pipinya yang kemerah-merahan, benar-benar Humaira...!
Aku memperkenalkan dia buat sahabat-sahabatku di pesta resepsi pernikahan itu. Dan sungguh, aku di buat terkejut ketika dengan bangga dan tegas dia memperkenalkan diri buat sahabat-sahabatku bahwa dia adalah "Calon istri'ku" yang insyaAllah direstui Allah dan tinggal menunggu waktu saja. Banyak sahabat-sahabatku yang melonggo tak percaya, mereka seperti tersambar petir, akupun demikian! Barangkali mereka merasa heran, tiba-tiba saja aku datang membawa calon istri, sesuatu yang jarang kulakukan semenjak bersahabat dengan mereka. Tapi sudahlah, malam itu aku hanya ingin menikmati pesta resepsi, lalu pulang kekamar, tidur dan dibangunkan lagi oleh humaira 10 menit sebelum adzan Subuh.
Aku mengantarnya pulang setelah selesai resepsi, kami menumpangi taksi bluebird, aku duduk didepan menemani supir dan dia duduk dikursi belakang. Dalam perjalanan, kami banyak membisu, aku tak berani bertanya "cara dia memperkenalkan diri ke sahabat-sahabatku tadi", aku berpikir barangkali saja dia sedang bercanda dan tidak serius dengan perkenalan tadi. Sudahlah, lupakan saja dulu.
Setelah kami tiba di kontrakannya, aku mengantarnya ke depan pintu masuk pagar, dan menyuruh supir taksi menunggu sebentar. Sesaat sebelum aku kembali ke taksi, dia menatapku lekat, benar-benar lekat, dengan mata memayu sedikit berbinar, dia mengucap satu kalimat yang hingga tulisan ini aku publish masih membuat jantungku bedegup kencang! "Bang, aku mencintaimu, dan ingin mencintaimu karena Allah, bimbing aku mencintaimu karena Allah, ajak aku ke surga, dan jadikan aku sahabatmu dalam cinta.....! Maukah abang menjadi suamiku.? kalau iya... maka lamar'lah aku! Setelah berkata seperti itu, dia melenggang masuk dan hanya melambaikan tangan dari depan pintu, dan membiarkan aku berdiri mematung disini, diam membisu seperti orang kebingungan.
Oh, Humaira... Humaira..... apa yang harus kujawab dengan pernyataan'mu itu....!
[ Bersambung ]