Ceracau Senja.
Senja ini, gerimis baru saja reda, langit kembali cerah. Engkau perempuan, nona bermata bening, pelukis jingga senja yang memantul dari bening mataku. Aku lelaki. Lihatlah, jingga itu memantul bersama sisa-sisa air mata. Itu bukanlah gerimis yang turun sedari tadi, itu hanyalah derai rindu yang bercampur gerimis, nona!
Senja ini, Akhir februari, musim penghujan, dan gerimis baru saja reda. Ada daun-daun yang sedang menghijau, tapi ada juga sebagian dedaunan yang berguguran di musim hujan ini. Aku mencoba memungutnya satu-satu. Wahai nona bermata bening, lukislah aku yang sedang memungut rindu-rindu yang berguguran detik demi detik ini.
Di ufuk langit, ada lintasan jingga seperti fatamorgana membentuk naga yang menyemburkan api, membakar senja, menghanguskan lembaran-lembaran waktu. Aku lelaki, terbakar bersama rindu yang menderai.
Senja ini, aku masih disini, memetik dawai biola dengan pelan. Engkau perempuan, tenggelam bersama keheningan.
4 KOMENTAR:
nyimak bang. barusan jg baca blog yg nyastra, eh mampir lg ke blog nyastra.
heheh...
bg, Humaira #4 nya mana???
senja memmang selalu penuh pesona dalam setiap kehadirannya, dan tubuh jiwa ini bisa hangus dalam senja yang membara penuh kerinduan, nice post ...,
salam hangat dari Makassar :-)
jadi ingat lagu kereta senja..
@ummu Ruqayah::
hehehe..
Posting Komentar