-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Semua Tulisan yang kurang bagus ini hanyalah sebuah proses belajar untuk memahami realita diriku dan dunia luar. Selamat menyelam dalamnya lautan ideku dari sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang yang bisa saja objektif dan bisa pula subjektif. Kebenaran hanyalah Milik Allah Subhana Wa Ta'ala semata. Semoga tulisan-tulisan dalam blog ini Bermanfaat bagi kita semua. aamiin
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pojok Opini

12 Mei, 2008

Globalisasi Masuk Desa
oleh : Roe Salampessy


Globalisasi dalam tataran konsep merupakan sebuah sistem baru internasional yang terwujud di era modernisme seiring runtuhnya Komunisme serta berakhirnya perang dingin antara Blog Barat dan Blog Timur. Dalam pemahaman masyarakat modern, Globalisasi adalah wujud eksploirasi zaman yang menembus dinding-dinding peradaban, dia berhembus bak angin topan yang menyapu sekat-sekat penghalang modernisasi dan bermuara pada tingkat kemapanan manusia akan keberlangsungan hidup. Globalisasi ibarat sihir yang mengubah wajah zaman dari keterkungkungan Tirani monarkisme, Fasisme, otoriterisme dan Komunisme. oleh karena itu Globalisasi adalah sistem tunggal dunia baru yang sengaja disetting oleh Negara penyeru Globalisasi pertama yakni Amerika serikat untuk menguasai Dunia. Namun Globalisasi di bawah skenario Amerika ini bukan saja telah merubah wajah zaman, namun lebih dari itu diapun membenahi zaman dengan semangat Liberalnya.

Lebih jauh lagi menurut Thomas Friedmen dalam bukunya “The lexus and the olive tree “ bahwa Globalisasi mengusung 3 Dimensi penting untuk tatanan dunia baru. Dalam tataran idea atau ideologi ada dimensi kapitalisme sebagai unjung tombak pasar bebasnya, sedangkan secara Politik ada dimensi Demokrasinya, sementara di sektor Teknologi ada dimensi internetnya sehingga dunia seakan tanpa batas, baik dari aspek gagasan, idea, maupun fhisik. Kurang lebihnya ulasan Friedmen diatas menggambarkan kepada kita bahwa “Amerikanisasi” telah menembus segenap penjuru belahan dunia dan nilai-nilai baru telah menyebar, bersamaan dengan runtuhnya batas phisikis antara kita. Dunia menjadi lebih menyatu, saling ketergantungan dan terintegrasi.

Globalisasi dalam kenyataannya memang sebuah fenomena yang tak bisa dipungkiri, disatu sisi dia menawarkan kebebasan, kesejahteraan dan kemakmuran namun disisi lain dia menciptakan jurang kemiskinan, ketergantungan dan penjajahan gaya baru (neokolonialisme dan neoimperialisme). Negara-negara yang tak sanggup secara sosial budaya, ekonomi dan politik, terutama Negara-Negara dunia ketiga merasakan dampak luar biasa. Ketidak sanggupan bersaing ditingkat Global menciptakan ketergantungan akan kemapanan negara-negara maju, yang pada akhirnya menciptakan kesenjangan Global disegala lini, Globalisasi dengan demikian menunjukan dua sisi mata uang yang sungguh dilematis.

Indonesia termasuk Negara dunia ketiga (Negara berkembang) yang turut merasakan dampak luar biasa globalisasi. Perlahan-lahan Indonesia terseret skenario global yang kapitalis ini, tingkat kesejahteraan meningkat dikalangan elit atau kaum borjuis akibat kapitalisasi sistem kehidupan bernegara. Namun dilain sisi tingkat pengangguran dan kemiskinan semakin tinggi. Memang sih ketidak siapan bangsa kita ikut menambah kekalahan kita dalam bersaing, yang akhirnya dampak globalisasi bisa kita rasakan dalam rutinitas sehari-hari, Kita adalah “the Losser” di segala bidang.

Dampak Globalisasi di Indonesia ini bukan hanya dirasakan masyarakat perkotaan yang lebih cenderung modernisme dan sekuler. Namun Globalisasi juga telah menembus tembok kokoh pedesaan yang lama tesisihkan oleh perkembangan zaman. Pedesaan, dalam hal ini masyarakat tradisional dan semi tradisional yang cenderung memelihara budaya asli, ikut terseret arus globalisasi. Bagaimana Kapitalis dengan Materialismenya sebagai ujung tombak Globalisasi mengoyak-ngoyak jati diri kaum udik ini, Gotong royong sebagai kultur tradisional terdegradasi oleh nilai-nilai baru globalisasi, sehingga kebersaamaan dan kekeluargaan yang sejatinya sebagai identitas budaya luhur terkubur oleh materialisme. Globalisasi telah mencetak individu-individu desa yang Egoistis dan mematerialisasikan segala asfek kehidupan pedesaan, bukan Cuma itu globalisasi juga mampu merusak norma-norma tradisional pedesaan kearah hedonisme. Coba lihat style atau gaya hidup masyarakat desa yang mulai berani melanggar norma-norma budaya lokalnya.

sementara itu ada fenomena Yang lebih realistis lagi yakni tersingkirnya kaum feodalis pedesaan yang selama ini menjadi orang-orang elit di wilayah itu oleh kekuatan kaum Borjuis (Kaum Kapitalis). Dengan modal yang besar, tanah-tanah pertanian pedesaan di beli dengan harga murah kemudian di manfaatkan sebagai basis industrinya. Pedesaan digiring kearah Industrilisasi dengan mengubur budaya agraris masayrakat lokal. Imbasnya masyarakat pedesaan tak siap karena kurangnya Sumber daya manusia, contoh ini bisa kita temui di beberapa pedesaan di wilayah Jawa.

Memang sich, Globalisasi tak serta merta membawa dampak negative. Ada sisi positif yang bisa kita lihat belakangan ini, kemajuan Teknologi informasi dan komputerisasi bisa dirasakan masyarakat pedesaan. Penggunaan telepon selular (HP) bukan lagi barang mahal di pedesaan, setidaknya HP mampu menjadi sarana komunasi yang ringan tanpa batas untuk menyatukan masyarakat pedesaan yang lama tersekat oleh batas-batas fhisikis. Dengan demikian Globalisasi juga merupakan Anugerah yang mungkin masih semu atau bias bagi masyarakat pedesaan, dengan kata lain Globalisasi menciptakan keterbukaan dan kebebasan bagi masyarakat pedesaan namun dia juga menyimpan bara api yang siap membakar kultur-kultur masyarakat desa yang sangat luhur.

Coba lihat juga pengaruh komputerisasi dengan internetnya terhadap cara pandang masyarakat pedesaan, banyak yang mulai berpikir tentang keunggulan persaingan harus dengan cara menguasai teknologi. Kesadaran masyarakat desa ini tentu bukan karena kebetulan, Globalisasilah yang mengubah paradigma itu.

Apa yang terurai diatas mungkin hanya sedikit dari sekian banyak problematika ataupun kelebihan Globalisasi yang mampu merubah wajah suatu Negara baik di perkotaan ataupun pedesaan. Globalisasi masih sangat muda umurnya, dia masih sangat abstrak untuk diperdebatkan, silang pendapat mengenai konsepnya pun masih menjadi perbincangan hingga detik ini. Namun apapun itu, globalisasi adalah sebuah fenomena baru dunia modern yang harus bisa di hadapi dengan jiwa yang besar.

Nah, Berkaca pada gambaran diatas. Globalisasi bisa jadi merupakan malapetaka atau keuntungan bagi masyarakat desa yang tradisionalistik. Tergantung kesiapan masyarakatnya memahami esensi globalisasi itu sendiri. Apakah masyarakatnya siap menstransformasikan nilai-nilai baru dengan menggantikan budaya-budaya lokal yang telah ada. Karena jangan sampai terjebak oleh skenario global yang memang sengaja melemahkan kekuatan Negara-negara dunia ketiga yang masih dalam tahap perkembangan dan pencarian jati dirinya. Dan memang Globalisasi hanya bisa di hadapi dengan Sumber daya Manusia yang baik serta mempunyai penyaring (filter) bagi nilai-nilai baru yang cenderung Kapitalis, Materialistik, Hedonistik dan Sekular. (ROE)

6 KOMENTAR:

Eucalyptus mengatakan...

Globalisasi pasti ada plus minusnya, dampak positifnya bisa mengikuti kemajuan teknologi dan bisa menambah ilmu pengetahuan, dampak minusnya, kalau kebablasan masyarakat jadi kehilangan jati diri sebagai orang2 timur, mereka berperilaku ke-barat2an yg menghalalkan kebebasan, tanpa menghiraukan norma2 yg berlaku

Vina Revi mengatakan...

Kalau kita bisa open-minded, sebenarnya globalisasi lebih banyak berdampak positif, menurutku. Toh hedonisme, materialisme dan sejenisnya itu akan timbul jika kita cenderung berpikir bahwa hidup hanya untuk hari ini.

Jadi, intinya memang bener apa kata kamu. Semua berpulang kepada SDMnya. Tapi aku yakin masyarakat Indonesia mampu lah. Minimal dimulai dari seorang ROE dulu?

Anonim mengatakan...

hehe...dan karena globalisasi inilah saya tau kenapa sampai sekarang masih ada aja yang namanya pelajaran kewarganegaraan=D..kata buku,roe,buat bangsa indonesia,globalisasi harus dihadapi dg nilai2 pancasila..naa ini yg bikin kita keseret2..orang nilai2 pancasila aja banyak yg ga tw apa isinya,hehe

Anonim mengatakan...

ass.

dampak negatif dari semua ini sangat terasa, apalagi didesa2 atauy dikampung2 yg memang tidak ada filter sedikitpun. Sebenarnya masyarakat pedesaan yg paling rentan atas pengaruh negatif globalisasi ini.karena tidak ada filter dan alternatif lain. misal spt acara televisi. Masyarakat kota lebih cerdas utk memilah-milah artinya ada filter dan ada alternatif lain yg disuguhkan.

Anonim mengatakan...

miris hati ini,jika saya pulangkampung. melihat remaja2 dan generasi ini hancur dan jauh dari agama. Tingkat kriminalitas lebih tinggi dikampung2 dan remajanya lebih rentan dari remaja kota.

butuh upaya penyuluhan dan bimbingan dari kita.

@dewikhami mengatakan...

untuk Indonesia, seharusnya keberadaan "globalisasi" dipertimbangkan lagi, deh..

Kita seharusnya menggunakan swadeshi-nya Mahatma Gandhi dulu..

biar tertinggal, asal rakyat makmur..

^^

(Ah, tapi semua sudah terlanjur jalan.. hehehe)