-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Semua Tulisan yang kurang bagus ini hanyalah sebuah proses belajar untuk memahami realita diriku dan dunia luar. Selamat menyelam dalamnya lautan ideku dari sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang yang bisa saja objektif dan bisa pula subjektif. Kebenaran hanyalah Milik Allah Subhana Wa Ta'ala semata. Semoga tulisan-tulisan dalam blog ini Bermanfaat bagi kita semua. aamiin
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

R E N U N G A N

11 Oktober, 2007

PENDUSTA-PENDUSTA AGAMA
Oleh : Roe Salampessy

‘’Tulisan ini didedikasikan buat orang-orang yang dalam hidupnya selalu ada beban duka, kesedihan, penderitaan, dan susahnya menjadi orang-orang miskin”

“Tahukah Kamu orang yang mendustakan Agama, yaitu orang yang menolak hak anak yatim, dan tidak menganjurkan (manusia) untuk memberi makan orang Miskin, maka Kecelakaanlah bagi orang-orang yang Shalat, yaitu mereka yang melalaikan shalat mereka, yang berbuat riya, dan enggan memberi pertolongan kepada orang lain” (QS’Al’maun, 1-7)
Kalimat agung di atas sengaja dikutip agar kita mau berbagi, saling menolong, dan tentunya selalu menjadi hamba-hamba ciptaan Tuhan yang berpikir.

Makna yang terkandung di dalam ayat ini sangatlah komprehensif dan realistis, diawali dengan sebuah pertanyaan? “Tahukah Kamu” yang memang sengaja ditujukan kepada manusia yang secara cultural adalah mahkluk berpikir.
Setidaknya ada beberapa hal di dalam ayat tersebut yang perlu kita renungi, yaitu orang-orang yang shalat tapi dikatakan lalai dan mendustakan agama hanya karena menolak hak anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin, serta enggan memberi pertolongan kepada orang lain. Sebuah penegasan dari Maha Pencipta bahwasanya Manusia bukan hanya mahkluk individu tapi juga mahkluk sosial, yang diwajibkan untuk saling tolong menolong, memberi, membagi dan membantu.

Namun sangat paradoks dengan realitas di negeri ini, hati terasa tersayat-sayat tatkala melihat masih banyak orang-orang miskin yang terlantar dan tidak mempunyai tempat tinggal, anak-anak yatim yang hidupnya sebatang kara yang akhirnya turun ke jalan hanya untuk sesuap nasi dan seteguk air, hingga orang-orang sakit yang tak punya cukup dana, yang terus berjuang melawan penyakitnya hanya bermodalkan semangat untuk bisa bertahan hidup. Sebuah pemandangan yang kontradiktif bukan!, mengingat bangsa ini adalah bangsa dengan jumlah muslim terbesar di dunia, bahkan negeri inipun dipimpin oleh orang-orang muslim yang notabenenya adalah orang-orang terpelejar yang rajin shalatnya. dan konon jamaah haji tersbesar tiap tahunnya adalah dari negeri kita ini. Sungguh aneh tapi nyata (Apa iya? orang-orang muslim di Indonesia tidak pernah tahu! ada perintah dalam Kitab mereka yang menganjurkan untuk memperhatikan golongan Fakir miskin dan anak yatim). Dengan demikian, tidak berlebihan pula bila saya katakan bahwa bangsa ini juga adalah Bangsa pendusta agama terbesar didunia. Agak Klimaks mungkin, tapi fakta yang terlihat di depan mata kita adalah demikian adanya, menurut laporan sebuah LSM bahwa 55% masyarakat Indonesia masih hidup dibawah garis kemiskinan, angka yang sangat mengagetkan!, bangsa yang terkenal sejak dahulu dengan sumber daya alamnya yang berlimpah ruah ini, ternyata sebagian masyarakatnya masih hidup menahan lapar, hidup tanpa rumah bahkan hidup tanpa pakaian. Sungguh ironi memang, tapi inilah kondisi sosial bangsa kita yang tercabik-cabik oleh matrealistik kapitalis sehingga masyarakatnya hidup terkotak-kotak menurut status sosial dan terbagi-bagi dalam beberapa golongan. Kesenjangan sosial terjadi dimana-mana. Di satu sisi, para penguasa, pejabat dan orang-orang kaya asyik menikmati kekayaan berlimpah ruah, berwisata keliling dunia, menikmati hotel-hotel berbintang, dan mengoleksi mobil-mobil mewah, di sisi lain si budi kecil dengan keringat menetes disekujur tubuhnya berjalan menjajakan korannya demi si ibu yang sakit keras terlentang di antara bilik-bilik gardus di bawah sebuah jembatan tol, atau mereka yang tidurnya tidak nyenyak karena isi perutnya kosong kerontang, atau tengoklah mereka petani-petani miskin didesa yang bekerja siang malam tanpa mengenal lelah demi perut-perut anda yang ada dikota, atau kuli bangunan yang bekerja tanpa pamrih membangun istana-istana yang anda tempati. Sadar atau tidak, semua yang anda miliki itu tidak lepas dari jerih payah mereka-meraka yang anda tolak haknya (hak mendapat pendidikan, pelayanan kesehatan dan hak kenyamanan timpat tinggal), yang anda rampas kebebasannya, yang anda injak-injak harga dirinya, toh dengan ihklas mereka tetap melayani anda-anda yang kaya dan berkuasa. Sadarkah bahwa tuhan telah menjamin sendiri dalam firmannya bahwa doa mereka-mereka yang teraniaya yang sering terampas haknya ini, akan langsung dikabulkan. Coba renungkan sendiri apa jadinya kalau ribuan atau jutaan orang miskin dan anak-anak yatim yang menghuni negeri ini mengangkat tangan ke langit seraya berdoa “Ya Allah berilah pelajaran kepada mereka-mereka yang telah menganiaya kami”. Saya sempat berargumen bahwa bencana yang menimpa bangsa ini dari waktu ke waktu adalah teguran keras dari Tuhan yang maha kuasa, karena doa dari mereka-mereka yang teraniaya dan dirampas haknya ini. Wallahu’alam bishawab, Hanya Allah yang tahu.

Pendusta Agama, dua kata yang di asosiasikan Tuhan buat mereka yang bermental seperti ini (penguasa bejat, pejabat-pejabat rakus serta orang-orang kaya riya) yang tidak suka memberi pertolongan kepada orang lain dan menolak hak-hak anak yatim. Sepintas kita ketahui bahwa Negara ini telah memiliki UUD yang mengatur akan hak-hak anak yatim dan orang-orang miskin terlantar yang tertuang dalam pasal 33 UUD 45, namun apa yang terjadi hanyalah slogan kosong dalam UUD yang tidak pernah di implementasikan. Kucuran dana dari pemerintah buat rakyat miskin melalui beberapa programnya hanyalah bersimpat simpati dan terkesan memanfaatkan kalangan akar rumput ini sebagai jalan politiknya untuk mencari dukungan. Mereka (rakyat miskin) ini sebenarnya tidak membutuhkan rasa simpati kita untuk mengasihani mereka, tapi lebih ke rasa empati yang dalam, yakni rasa saling memiliki, saling berbagi, dan membutuhkan. yang mereka butuhkan adalah penguasa-penguasa yang mau turun kebawah ikut merasakan penderitaan mereka, ikut merasakan akibat dari naiknya harga-harga barang, ikut merasakan susahnya menjadi orang-orang yang tidak bernasib baik dan beruntung seperti mereka yang duduk manis di kursi-kursi kekuasaan.
Sebuah kejadian di Ibu kota yang saya baca di harian surat kabar, mungkin akan membuat kita terenyuh, “seorang ibu tua warga miskin Jakarta yang menderita kanker payudara keluar masuk rumah sakit untuk memperoleh pengobatan gratis karena yang bersangkutan tidak memiliki cukup dana untuk berobat, tapi alhasil apa yang didapatnya hanyalah hinaan, cemoohan dari petugas rumah sakit yang sungguh dengan arogan mengatakan bahwa warga miskin tidak diberikan pelayanan gratis. Dengan perasaan sedih dan malu si ibu tua berlalu berharap kiranya ada yang mau membantu. Alhamdulillah, sebuah rumah sakit mau membantunya dengan perantara sebuah LSM”. (kompas, 01.10.07). Terenyuh memang, benar-benar terenyuh. Saya jadi teringat seorang pejabat negara yang masuk rumah sakit beberapa waktu yang lalu, dilayani bak seorang raja. Karangan bunga tanda simpati berdatangan dari berbagai tempat. Dari kolega, pengusaha, simpatisan, sampai pejabat-pejabat besar Negara ini. Tidak adil, itulah satu kata yang tertanam dalam benak kita sebagai orang-orang yang tidak memiliki apa-apa ini. Ada benarnya juga slogan atau iklan yang pernah marak di televisi akhir-akhir ini ”orang miskin dilarang sakit, dan orang sakit di larang miskin”.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk mendiskreditkan penguasa ataupun orang-orang kaya yang hidup dibumi pertiwi ini, namun lihatlah sejenak Firman Tuhan di atas sana, yang memang ditujukan buat golongan berada (kaya), yang dengan sikap arogan, sombong, riya, dan lalimnya tak pernah mau melihat kebawah (golongan tidak berada). Bukankah Tuhan mengatakan bahwa dengan bersedekah harta kita tidak akan berkurang, karena rezeki akan selalu datang sebagai imbalan atas kemuliaan jiwa kita dalam mendermakan sebagian harta. Ataukah dengan sangat arogan anda mengatakan bahwa Tuhan telah berbohong, karena menurut teori ekonomi yang diciptakan oleh logika manusia bahwasanya “pengeluaran uang yang tidak mendatangkan pemasukan adalah tindakan merugikan dan akan memangkas kekayaan”, suatu teori yang diciptakan oleh orang-orang Kafir yang terkenal dengan paham matrealistis dan kapitalisnya, padahal cobalah tengok sejenak kehidupan orang-orang ini, bagaimana mereka menghambur-hamburkan uang berjuta-juta rupiah hanya untuk sebuah kesenangan sesaat yang tak ada akhirnya, berapa puluh juta yang telah dikeluarkan hanya untuk mencicipi sebotol sampagne asli buatan Italia, atau berapa ratus juta yang telah dikeluarkan hanya untuk tidur beberapa hari di hotel berbintang lima, berapa milyar lagi yang harus dibayar hanya untuk menikmati kunjungan kerja di berbagai belahan dunia, atau yang lagi marak akhir-akhir ini, para anggota dewan (wakil rakyat) Kabupaten maupun Propinsi yang meminta pesangon sampai ratusan juta Rupiah. Cobalah bayangkan dengan nalar kita, berapa Milyar atau trilyunan rupiah yang dihamburkan oleh mereka (penguasa bejat, pejabat rakus, orang-orang kaya)
dalam setahun,dua tahun, tiga tahun dan seterusnya. tentulah nilainya tak terhingga, mengingat yang melakukan bukanlah satu orang atau satu kelompok, tapi beribu-ribu orang kaya yang menghuni negeri ini. Saya yakin dana yang dipakai untuk kesenangan sesaat ini bila dikumpulkan akan mampu membangun rumah-rumah tipe standar bagi 55% orang-orang miskin se Indonesia, atau cukup untuk membiayai pendidikan anak-anak putus sekolah yang tidak mampu secara finansial, atau bahkan lebih untuk dibagi-bagikan buat mereka (orang-orang miskin) untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Tentunya harapan kita ini akan selalu bertolak belakang dengan arogansi mereka-mereka yang kaya dan punya kekuasaan ini, lebih baik hartanya dihambur-hamburkan kemana saja dari pada didermakan buat orang-orang miskin dan anak yatim.

Memang benar apa yang dikatakan Tuhan, begitu banyak orang yang lalai dalam shalatnya, sehingga dilabeli sebagai Pendusta-pendusta Agama. Padahal apa yang dicontohi oleh Rasulullah dan sahabat-sahabatnya semasa memimpin umat ini pada masa-masa awal kejayaan Islam adalah teladan bagi kita di masa sekarang ini, bagaimana Rasulullah dengan rasa simpati dan empatinya begitu sayang terhadap mereka-mereka yang kurang beruntung ini, beliau bukan saja memberi bantuan materi tapi sekalian turun kebawah ikut merasakan penderitaan mereka, hidup bersama mereka, menghibur mereka dikala sedih karena beban duka yang menimpa, dan tetap memperhatikan hak-hak mereka sebagai fakir miskin dan anak yatim. Atau apa yang dilakukan oleh sahabat nabi Abu bakar as’syidik, dengan memerangi orang-orang yang engan membayar zakat. Lihat pula ketulusan hati Umar bin Khatab ketika menjadi Khalifah yang dengan pundaknya sendiri memikul sekarung gandum untuk diberikan kepada sebuah keluarga miskin dipinggiran kota Madinah. Ataupun sahabat-sahabat nabi lainnya yang dengan ikhlas mendermakan sebagian hartanya demi kepentingan dan hak anak-anak yatim serta orang-orang miskin yang terlantar. Semua teladan yang di implementasikan oleh nabi dan sahabat-sahabatnya ini adalah sebuah manifestasi dari sebuah kekayaan jiwa nan luhur yang bermisi untuk mensejajarkan semua manusia dalam kehidupan bermasyarakat atau bernegara, tidak mengkotak-kotakan mereka dalam kasta-kasta ala hinduisme, dan menghilangkan kesenjangan sosial diantara si kaya dan si miskin, serta sebagai pondasi untuk membangun sebuah Negara atau masyarakat madani yang berlandaskan ketuhanan yang maha esa (Tauhid), keadilan sosial, dan kemanusiaan (humanisme). Sejarah mencatat bahwa kejayaan Islam pernah mencapai puncaknya dibawah pemimpin-pemimpin umat yang amanah dan orang-orang kaya yang suka mendermakan hartanya.

Kita tentu terperanjat dengan berbagai paradigma kehidupan dewasa ini yang cenderung matrealistis, hedonis, dan kapitalis. Sehingga melupakan ajaran-ajaran luhur yang ada dalam kitab suci. Contoh diatas adalah sebuah realita yang ada dihadapan kita. Saya bukannya terlalu idealis dan sok alim dalam memaparkan kondisi umat saat ini, namun kita tentunya tidak ingin bangsa ini sering kali ditegur oleh Allah dengan berbagai cobaan yang datang bertubi-tubi, karena sering lalai untuk hal-hal yang dianggap sepele. Sungguh pragmatis memang, hidup berlandaskan ayat-ayat Tuhan ditengah hegemoni budaya-budaya barat yang matrealistis kapitalis. Sifat individualistik berakar dalam setiap pergaulan sehari-hari, sehingga melupakan Ukhuwah Islamiyah yang diajarkan Rasulullah. Kalaupun ada persaudaraan hanyalah persaudaraan kelas sosial dan golongan, bukanlah persaudaraan yang timbul karena rasa sayang dan saling memiliki.

Akhirnya, marilah kita tundukan kepala sejenak dibulan yang penuh rahmat ini, merenungi setiap ayat-ayat Tuhan yang ditujukan kepada kita manusia sebagai mahkluk berpikir. Tentunya dengan jalan memaknai setiap apa yang tertuang dalam kitab suci kemudian mencoba untuk di aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kepada para penguasa dan pejabat-pejabat serta orang-orang yang diberi rezeki lebih, takutlah kepada Tuhan. Sesungguhnya Tuhan tidak pernah tidur, Tuhan maha kuasa dan Tuhan maha tahu segalanya. Dan hanya kepadanyalah tempat kita kembali.
Dan kepada mereka-mereka yang selalu hidup dalam bayang-bayang kemiskinan. Bersabarlah, sesungguhnya Allah selalu bersama orang-orang yang sabar dan selalu berbuat kebaikan.

dan tentunya kepada saya pribadi, jadikanlah hikmah ini sebagai bahan renungan untuk bisa memperbaiki diri di hari-hari yang akan datang. Insya Allah. Wallahu’alam bishawab. (Roe)

0 KOMENTAR: