-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Semua Tulisan yang kurang bagus ini hanyalah sebuah proses belajar untuk memahami realita diriku dan dunia luar. Selamat menyelam dalamnya lautan ideku dari sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang yang bisa saja objektif dan bisa pula subjektif. Kebenaran hanyalah Milik Allah Subhana Wa Ta'ala semata. Semoga tulisan-tulisan dalam blog ini Bermanfaat bagi kita semua. aamiin
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

my story

30 Oktober, 2011

;Humaira

Orang yang suka berkata jujur akan mendapatkan 3 hal, yaitu : 
KEPERCAYAN, CINTA dan RASA HORMAT 
(Sayidina Ali bin Abi Thalib)


Aku memanggilnya Humaira, bukan karena ingin mengikuti panggilan kesayangan Rasulullah kepada istri tercintanya Siti Aisyah, tapi karena pipinya memang merona kemerah-merahan. Dia mengenakan jalabiyah, penutup aurat yang memanjang yang tidak ketat seperti kebanyakan muslimah zaman ini.

Pertama kali bertemu sekitar 6 bulan yang lalu di atas kereta parahyangan tujuan Jakarta dari Bandung. Kami kebetulan menempati gerbong yang sama dan tempat duduk yang sama serta stasiun tujuan yang sama. Humaira adalah gadis yang manis dan cerdas, itu kesan pertama'ku sewaktu berkenalan dan mengobrol dengannya sepanjang perjalanan, dia memperkenalkan diri sebagai akuntan di salah satu perusahan swasta ternama di ibukota dan saat ini sedang menempuh pendidikan S2 Magister Akuntansi di Universitas Indonesia. Umurnya sekitar 25 tahun, dan masih single.

Setiba di stasiun Jatinegara, kami sempat menunaikan ibadah sholat maghrib bersama di mushola stasiun. Setelah itu kami berpisah, dia melanjutkan perjalanan ke tempat tinggalnya di daerah Salemba dengan menumpangi taksi, dan aku sendiri menunggu jemputan seorang teman. Tak lupa kami saling bertukar nomor telepon. Dia sempat mengirim SMS kepadaku, mengabari kalau dia sudah tiba dengan selamat dikontrakannya, tak lupa dia mengucap terima kasih untuk'ku, untuk perkenalan dan obrolan-obrolan singkatnya sepanjang perjalanan tadi.

Dua minggu lalu, dia menelepon menanyakan kabar'ku, setelah enam bulan kami tak saling mengabari karena sibuk dengan aktifitas masing-masing. Dia mengajak'ku makan malam disalah satu restoran seafood di daerah Blok M, sekalian ingin bercerita dan bertukar pikiran dengan'ku mengenai tesis'nya.

Dua jam kami bercerita banyak hal, bukan seputar tesis'nya atau pekerjaan'ku saja. Dia juga bercerita tentang cita-citanya, keluarganya, dan calon suaminya yang meninggal setahun lalu karena kecelakaan maut di daerah Lembang Bandung. Aku mendengar setiap tuturnya dengan hikmat dan tidak melewatkan sedikitpun ceritanya! Hmmmm..... dia wanita yang luar biasa tegar, sabar dan ikhlas, aku bisa merasakan kekuatan itu dari raut-raut wajahnya.

Dia juga bercerita bagaimana dia melewati semua itu dengan jiwa besarnya, bagaimana dia menempatkan Allah di atas segala-galanya dan bagaimana dia menghadapi cobaan Allah itu dengan tetap senyum dan mengingat nikmat-nikmat Allah yang sudah didapatkannya.

Aku terpesona'kah? mungkin iya! Dia baru mengenalku beberapa waktu lalu, dan tidak begitu tahu siapa aku dan keluarga'ku, tapi dia cukup berani bercerita jujur untuk lelaki asing dihadapan'nya yang sebenarnya tampak sangar dengan wajah khas indonesia timur seperti aku ini bila dibandingkan dengan pria-pria perlente yang duduk disamping kami, sedikitpun tidak terlihat keresahan itu dari wajahnya. Aku takjub dengan ikatan ukhuwah yang coba dia bangun dengan'ku tanpa menyekat kami dalam perbedaan suku.

Makan malam kami berubah seperti tausiyah, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Tentunya ada hikmah disetiap pertemuan. Aku bersyukur, Allah mempertemukan'ku dengan muslimah hebat ini, pertemuan yang tidak biasa buatku, berawal dari kereta parahyangan dan akhirnya dia telah menjadi Humaira'ku sekarang.

Setelah berpisah dari makan malam yang luar biasa itu, kami masih sering berkirim sms, sekedar menanyakan kabar dan aktifitas. Dalam satu minggu ini dia rajin sekali mengirim Sms-Sms penyejuk jiwa kepadaku 10 menit sebelum adzan subuh dikumandangkan, sekedar mengingatkan betapa Allah adalah Cinta yang absolut. Dia membangunkan aku sebelum Muadzin musholah disebelah kost'ku membangunkan kaum muslimin disekitar untuk menunaikan ibadah sholat subuh. Subhanallah!

Sebagai catatan saja, aku dan dia bukanlah sepasang kekasih, kami adalah sahabat dalam dekapan ukhuwah, sepasang saudara yang saling mengingatkan dalam kesabaran dan kebaikan, dua orang hamba yang sedang mengeja bait-bait cinta dengan tulus karena Allah.

Dan....

Kemarin malam, aku mengajaknya untuk menemaniku menghadiri perkawinan salah seorang teman kantor di Gedung Lemhanas Jakarta Pusat. Dia tampil anggun dengan busanah muslimahnya, dia cantik sekali, benar-benar cantik malam itu dengan rona pipinya yang kemerah-merahan, benar-benar Humaira...!

Aku memperkenalkan dia buat sahabat-sahabatku di pesta resepsi pernikahan itu. Dan sungguh, aku di buat terkejut ketika dengan bangga dan tegas dia memperkenalkan diri buat sahabat-sahabatku bahwa dia adalah "Calon istri'ku" yang insyaAllah direstui Allah dan tinggal menunggu waktu saja. Banyak sahabat-sahabatku yang melonggo tak percaya, mereka seperti tersambar petir, akupun demikian! Barangkali mereka merasa heran, tiba-tiba saja aku datang membawa calon istri, sesuatu yang jarang kulakukan semenjak bersahabat dengan mereka. Tapi sudahlah, malam itu aku hanya ingin menikmati pesta resepsi, lalu pulang kekamar, tidur dan dibangunkan lagi oleh humaira 10 menit sebelum adzan Subuh.

Aku mengantarnya pulang setelah selesai resepsi, kami menumpangi taksi bluebird, aku duduk didepan menemani supir dan dia duduk dikursi belakang. Dalam perjalanan, kami banyak membisu, aku tak berani bertanya "cara dia memperkenalkan diri ke sahabat-sahabatku tadi", aku berpikir barangkali saja dia sedang bercanda dan tidak serius dengan perkenalan tadi. Sudahlah, lupakan saja dulu.

Setelah kami tiba di kontrakannya, aku mengantarnya ke depan pintu masuk pagar, dan menyuruh supir taksi menunggu sebentar. Sesaat sebelum aku kembali ke taksi, dia menatapku lekat, benar-benar lekat, dengan mata memayu sedikit berbinar, dia mengucap satu kalimat yang hingga tulisan ini aku publish masih membuat jantungku bedegup kencang! "Bang, aku mencintaimu, dan ingin mencintaimu karena Allah, bimbing aku mencintaimu karena Allah, ajak aku ke surga, dan jadikan aku sahabatmu dalam cinta.....! Maukah abang menjadi suamiku.? kalau iya... maka lamar'lah aku! Setelah berkata seperti itu, dia melenggang masuk dan hanya melambaikan tangan dari depan pintu, dan membiarkan aku berdiri mematung disini, diam membisu seperti orang kebingungan.

Oh, Humaira... Humaira..... apa yang harus kujawab dengan pernyataan'mu itu....!

[ Bersambung ]

imagination

08 Oktober, 2011

:: Satu Nama, satu cerita ::
- lorong waktu -

Puncak Rindu yang paling dahsyat ketika dua orang yang saling mencintai tapi tak lagi berkirim sms, menelepon, dan tak pernah ketemu lagi adalah ketika mereka berdua diam-diam saling mendoakan. #sudjiwoTedjo quotes.

::Bandung

Semilir angin membelai persimpangan Dago malam itu, ia menebar senyumnya diperaduan malam yang makin larut oleh lipatan-lipatan waktu. Aku ada ditempat itu! Ya, aku tengah menanti seseorang di salah satu cafe disudut persimpangan itu - dengan gerimis malam yang meritme pelan membasahi jejalanan kota. Jujur, Ada setumpuk asa yang bersemayam dalam batinku yang telah lama menggundah dibalik keegoanku memegang prinsip hidup. Aku bertaruh dengan separuh ego menghadirkan rasa yang katanya abstrak dan bisa membuat insting tak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.

Tepatnya lima tahun lalu, aku duduk memojok dengan secangkir cappucino hangat, menanti seseorang yang sekian waktu telah membuat hatiku berdebar tak karuan. Ditempat ini, Aku mencoba memulai kisah dan melukisnya ditengah gerimis malam dan dingin yang membekap tubuhku. Dengan kanvas apa adanya, aku membuat arsiran kisah ini tanpa pernah tahu garis-garis eksistensi dari seseorang yang sedang kutunggui itu. Bukannya aku berspekulasi dengan arsiran-arsiran itu, tapi aku selalu percaya satu hal - bahwa "segala sesuatu bila dimulai dengan jujur, maka Allah Yang Maha besar akan selalu memudahkannya."

Malam itu, langit Dago sedang mendung, disertai gemuruh halilintar dan rinai hujan yang merintik pelan, mereka menjadi saksi bisu seorang anak adam yang tengah bergelut dengan debar'nya! Ya, aku memang tengah ber'debar malam itu dan sedang mendefenisikan "rasa" ini dengan perspektif sederhana'ku bahwa "debar itu semacam getar-getar halus yang merambat pelan dari otak menuju hati yang bisa meruntuhkan tembok diri yang bernama 'ego' untuk menerima seseorang mendiami hatimu."

Dengan defensisi sesederhana tadi, aku menantinya, menungguinya dengan getar-getar itu, sambil berharap Allah Yang Maha Rahman menjaga'ku dari fitnah "debar-debar" semu yang sedang ngetrend dizaman bebas ini, zaman dimana cinta sering dimanipulasi dan ditafsirkan sesuai hawa nafsu semata!
**

"Assalamualaikum" Dia menyapa'ku dengan salam, membuyarkan lamunan'ku yang sedari tadi sedang sibuk mendefenisikan "rasa" ini. | "wa'alaikumsalam" Aku menjawab salamnya. | Lalu mempersilahkan dia duduk, memesaninya secangkir cappucino hangat dan sebotol air mineral. Dia'pun menawarkan dua bungkus coklat untuk'ku dengan sedikit malu-malu dan menundukan pandangannya ke bawah, katanya "Coklat ini sudah disiapkan untuk'ku!" Hmmm.... sungguh, aku dibuat terpesona dengan caranya mengakrabi diri denganku. Dia agak malu-malu memang tapi supel dan enak diajak bicara. Terkadang dia melemparkan sedikit senyum untuk'ku. Senyum yang begitu sederhana tapi bernilai ibadah menurutku! Yah, senyuman'nya adalah ibadah dan dia mungkin tak pernah tahu itu "bahwa seyuman'nya malam itu telah membangkitkan gairah hidupku kembali" Terima kasih, senyum'mu adalah sedekah yang begitu berharga yang tak ternilai dengan seonggok materi apa'pun di dunia ini.
**

Tak banyak cerita yang terjadi malam itu, hanya ta'aruf singkat dan saling berbagi pengalaman hidup yang sesekali diselingi canda-canda ringan tapi masih dalam batasan koridor. Jujur saja, aku mengaguminya, mengagumi kecerdasan'nya, kejeniusan'nya, kemuslimahan'nya dan prinsip hidup'nya. Kagum'ku barangkali seperti kekaguman Ali pada Fatimah Az Zahra yang selama bertahun-tahun menyimpan "Debar'nya" kepada putri kesayangan Rasulullah itu. Atau mungkin juga kagum'ku ini seperti kekaguman Dewa Zeus pada Dewi Hera dari Negeri Olympus dalam mitos Yunani kuno, "kekaguman yang mungkin terlalu imajinatif materialistis." Entahlah, yang jelas malam itu aku belajar dua hal dari'nya tentang "menerima takdir Allah" dan "ikhlas karena Allah", itu saja! Terima kasih. :)

Dan...

Hari ini, Seperti lima tahun yang lalu, dengan gerimis yang merintik pelan dan cuaca dingin yang menusuk tubuh, aku kembali lagi ke kota ini, dipersimpangan ini, disalah satu sudut kafe ini, di kursi dan meja yang sama, aku duduk memojok dengan secangkir cappucino hangat dan dua bungkus coklat yang sudah kupersiapkan dari kota'ku. Tapi, aku hanya sendiri disini, tanpa dia, tanpa perempuan berkerudung merah muda itu, aku hanya sendiri setelah lima tahun kehilangan kabarnya. Aku memang sengaja menikmati malam ini dengan jejak-jejak cappucino'nya yang masih terekam jelas di batok kepala'ku, jejak-jejak yang sudah terpahat disini "dihatiku dan ingatanku." 
**

Aku mendengar sebuah kabar, tiga tahun lalu dia telah dijemput seorang lelaki terbaik pilihan Allah yang kini telah memberikannya seorang bayi mungil berumur enam bulan. Doa'ku untuk'mu semoga bahagia, tentu saja! (ROe)

::Dago -oh la la cafe- :: Pertengahan Oktober 2016 ::