-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Semua Tulisan yang kurang bagus ini hanyalah sebuah proses belajar untuk memahami realita diriku dan dunia luar. Selamat menyelam dalamnya lautan ideku dari sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang yang bisa saja objektif dan bisa pula subjektif. Kebenaran hanyalah Milik Allah Subhana Wa Ta'ala semata. Semoga tulisan-tulisan dalam blog ini Bermanfaat bagi kita semua. aamiin
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

decisione

30 September, 2011

:: AKU MUNDUR ::

kita bisa memesan bir, namun kita tak bisa memesan takdir..!
(agus noor mengomentari novel 1 perempuan 14 laki-laki karya djenar maesa ayu)

::Penghujung september::

Ini bukan tentang jalan yang akan kulewati nanti, Bukan! Tapi ini tentang ketiadaan'ku, tentang aku yang barangkali saja tak akan menjadi bagian dari peristiwa-peristiwa yang akan kau lalui nanti. Inipun bukan tentang kepergian'ku, apalagi tentang menghilang'ku, bukan itu! Tapi ini tentang mundur'ku! Ya, ini tentang  mundur'ku, kata yang barangkali lebih tepat untuk mendeskripsikan keputusan'ku ini.

Aku mundur, menarik kembali langkah kaki yang sudah terlanjur melangkah, bukan karena ingin pergi, atau berbalik arah, bukan karena itu! Jujur saja, mundur'ku ini karena kulihat ditempatmu berdiri seperti ada sinyal-sinyal abstrak yang cenderung destruktif yang bisa membahayakan eksistensi kita nanti.

Mundur'ku bukan karena takut atau lari dari realita, bukan itu! Sebenarnya mundur'ku hanya selangkah, bahkan tak beranjak dari tempatku berdiri disini. Aku masih melihatmu, masih melihat peristiwa-peristiwa yang kau alami, peristiwa-peristiwa yang tak ada hadirku lagi. Aku bahkan masih melihatmu menyantap makanan kesukaan'mu, walau kau tak lagi mencicipi minuman kesukaan'ku. Aku masih disini dengan mundur'ku yang hanya selangkah ini, menatapmu lekat, memperhatikan kesendirianmu dengan sinyal-sinyal abstrak itu. Aku masih disini, mundur'ku tak jauh dari tempatmu, aku bahkan masih melihatmu memainkan piano ditepi pantai dengan jejak-jejak kaki'ku dipasir putih itu yang belum juga tersapu ombak. Aku masih disini, masih melihatmu dengan sisa-sisa debar'ku yang belum juga mereda.

Mundur'ku seperti gerimis yang tak mau reda - yang masih setia menyabda hamparan tanah dengan rerintikannya dipenghujung senja! Mundur'ku mungkin juga seperti september yang masih ragu menyambut oktober. Seperti itu'lah barangkali kudeskripsikan mundur'ku, mundur yang masih menyisakan ragu dan harapan tentunya! Entahlah, dibalik sisa-sisa harapan itu, aku hanya ingin mundur dan memberikan ruang buat dirimu bereksistensi sendiri dan menemukan makna dari "pertemuan" kita beberapa waktu lalu.

"Maafkan aku"... karena takdir tak bisa dipesan seperti kita memesan bir...! Selamat tinggal september, rinai hujan'mu yang ceria itu akan selalu terkenang sepanjang oktober nanti. Semoga...!!! (ROe)

:: Selamat datang oktober ::

Dedication

05 September, 2011

::Sabda gerimis ::



“Allah swt berfirman,  pasti akan mendapat cinta-Ku orang-orang yang cinta mencintai karena Aku, 
saling kunjung mengunjungi karena Aku dan saling memberi karena Aku” 
(Hadits Qudsi)


::tentang selembar daun hijau::

Aku menemukannya dari sepotong ranting kering dibelantara hutan Karpatia dipegunungan Sudetan Bohemia. Saat itu ada hujan yang menggerimis pelan , rerintikannya seperti sedang menyabda sungai vltava dan elbe tentang "selembar daun hijau" yang lagi hanyut terbawa arus dari hulu. Sabda gerimis itu seperti debar yang menerpa nuraniku, menuntunku melewati sisi-sisi vltava dan melihat selembar daun hijau yang tengah mengapung bergerak kesana kemari mengikuti alunan arus sungai. Sabda itu seperti musik, seperti nyanyian alam yang mengorkestra sepanjang vltava, seperti lirih suara piano yang berdenting dari arah elba, dia seakan-akan memberi pesan bahwa "ada selembar keindahan" yang tengah menyatu dengan alam Bohemia, yang tengah bernyanyi sepanjang sungai itu! Yah, dia itu selembar keindahan, selembar daun hijau yang kutemukan beberapa waktu lalu dalam pengembaraan imajinerku.

Dari sabda gerimis itu, aku menemukannya, menghadirkannya lewat tutur kataku, lewat debar yang menggetarkan instingku, lewat keterlemparanku dari masa lalu, lewat keterasinganku disudut waktu, lewat pilihan takdir yang telah terskenario dari langit. Aku menemukan dia dalam kesendiriannya mengapung disungai itu, lalu mengajaknya menantang tabu dan membongkar praktik primordialisme disekeliling dia yang sudah berakar sejak dulu. Aku mengajaknya memasuki sebuah dunia yang asing baginya - dunia ukhuwah - dunia yang jauh dari kesan eksklusivisme, fanatisme sempit dan tradisional oriented. Dunia yang dari mana cinta berasal - dari langit - dari Sang Pembuat Cinta.

Dengan cinta dari "langit'lah," aku mengajaknya melukis kisah dan memahat beberapa cerita sepanjang sungai vltava itu. Seperti mementaskan sebuah drama barangkali, ada skenario yang harus diikuti, ada lakon yang dimainkan, ada peran-peran antagonis yang ditunjukan sebagian orang, dan kami berdua adalah protagonis dari kisah ini.

Ketika episode demi episode terpentaskan dan skenario langit menjadi takdir yang tak bisa dirubah seenaknya, Saat itulah Kisah kami menjadi dramastis, aku dan dia dipaksa melakoni adegan yang sama sekali tak pernah terpikirkan sebelumnya "bahwa disetiap pertemuan selalu ada perpisahan". Aku dipaksa merelakan dan mengikhlaskan "daun hijau" itu mengapung sendiri lagi mengarungi sungai vltava hingga sampai ke hilir nanti. Dan pada akhirnya, ada pelajaran dan hikmah yang harus kupetik dari takdir langit ini, bahwa "menerima takdir Allah itu adalah proses dari kesabaran menuju keikhlasan, ada ego yang harus dicabut dalam diri lalu menghempaskannya ke tanah."

Sabda gerimis dan selembar daun hijau itu bagiku seperti medium makna, seperti totalitas referensial yang memberiku sebuah paradigma baru tentang hidup. Aku jadi belajar banyak hal semenjak merelakan daun hijau itu mengapung sendiri lagi sepanjang vltava. Spesial thanks untuknya, untuk dia yang secara tidak langsung telah menjadi media hikmah untukku mengintrospeksi diri dan memperbaiki diri menjadi yang lebih baik.

i named her "zelena", and i don't know, where she is now.!!! Dialah selembar daun hijau yang mengapung itu, dialah medium makna, media hikmah, dan "doa terbaikku" yang hari ini - Senin lima september duaribusebelas berulang Tahun ke-22. Doaku untuk'nya semoga Allah Yang Maha Rahman memberikannya kebahagiaan, memberkahi usianya, melapangkan rezekinya, memudahkan setiap aktifitas-aktifitasnya, dan memberikannya jodoh terbaik dari hamba-hambaNya yang beriman, aamiin.
Don't cry and don't be afraid, may Allah Bless you today and tommorow.

HAPPY BRITHDAY ZELENA.
Allahumma a’thoitaka thuulal umur wa barokatan biha ukthy. aamiin.